Porselen berwujud mangkuk, piring, dan cangkir yang diperkirakan
berasal dari zaman Dinasti Ming di China ditemukan di laut Indonesia, di
rute menuju Jakarta, pada tahun 2008. Tidak disebutkan lokasi spesifik
penemuan ini, hanya disebutkan berjarak 150 kilometer dari pantai Ibu
Kota di kedalaman 60 meter. Pada operasi pengangkatan di tahun 2010,
ditemukan 38.000 porselen dan hingga sekarang tercatat ada 700.000 item yang ditemukan.
Rencananya harta karun bernilai Rp413 miliar akan diangkat oleh
perusahaan Portugal yang berbasis arkeologi bawah laut, Arqueonautas
Worldwide SA (QOW). Melalui CEO-nya Nikolaus Graf Sandizell, QOW
dikatakan akan mengambil harta ini tahun depan. Lamanya waktu
pengangkatan karena izin yang sengaja ditunda oleh Pemerintah Indonesia.
Pengangkatan ini, dikatakan Sandizell, harus segera dilakukan untuk
mencegah kehilangan. Berbagai faktor bisa memicunya, mulai dari jaring
nelayan, eksplorasi minyak, pipa bawah laut, hingga tangan usil para
penjarah. "Kami ingin menarik perhatian atas cepatnya harta karun ini
menghilang. Dalam waktu sepuluh tahun, ini semua akan terlambat," ujar
Sandizell seperti dilansir Bloomberg, Selasa (29/5).
Biaya pengangkatan harta karun yang disebut cagar budaya oleh
Pemerintah Indonesia ini memakan biaya yang tidak sedikit, sekitar
Rp60,5 miliar. Ini belum ditambah biaya platform buatan di atas laut untuk penempatan sementara hasil yang baru diangkut.
Namun, menurut Sekretariat Panitia Nasional Pengangkatan dan
Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT),
pengangkatan ini belum mendapat izin. Karena BMKT masih menunggu
Peraturan Pemerintah turunan dari UU No 11 2010 tentang cagar budaya,
"Izin saat ini tidak keluarkan lagi, semuanya masih moratorium," kata
Adria Yuki, salah satu anggota di Seksi BMKT saat berbincang dengan National Geographic Indonesia, Rabu (30/5).
Pihak BMKT juga sudah mengenal Sandizell karena sempat melakukan
presentasi untuk penelitian dan konservasi harta karun yang ditemukan
di Indonesia pada April 2012. Jika memang ada sebagian dari harta ini
yang dijual, maka hasilnya akan dibagi dua antara Pemerintah Indonesia
dengan perusahaan yang mengambilnya. Hanya saja belum ada pembagian
persentase barang yang belum dijual.
"Hasil pengangkatan ini tidak boleh dibawa ke luar negeri, hanya
boleh dijual di Indonesia. Sebagian dana ini nantinya juga akan untuk
penyelamatan cagar budaya Indonesia," kata Yuki lagi.
Namun, belum adanya rambu-rambu perizinan bukan artinya cagar budaya
Indonesia berupa harta karun ini aman dari penjarahan. Di tahun 1986,
Michael Hatcher asal Australia dituding mengambil bernilai triliunan
rupiah dari laut Indonesia. Hal ini berlanjut hingga tahun 1999 dan 2010
di mana ia dilaporkan mengambil harta karun di Subang, Jawa Barat.
Besarnya cakupan laut Indonesia, ditambah minimnya pengawasan jadi
salah satu faktor kemudahan pencurian ini. Menurut data dari BMKT dan
LIPI, saat ini ada 463 titik peninggalan harta karun di Tanah Air tapi
baru dilakukan sepuluh pengangkatan. Data UNESCO menyebut, ada tiga juta
kapal yang bangkainya teronggok di dasar lautan. 50.000 di antaranya
mengandung harta bernilai yang berusia ribuan tahun.
National Geographic Indonesia
0 comments:
Post a Comment